Rabu, 04 Februari 2015

laporan HASIL HUTAN NON KAYU

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
HASIL HUTAN NON KAYU
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah
Hasil Hutan Non Kayu




  
Oleh:
                           
RAHMAD DIANSYAH
L 131 13 022







JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkah, rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktikum Hasil Hutan Non Kayu  mengenai Lebah Madu, Tanaman Anggrek dan Tanaman Obat di Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Pengajar mata kuliah Hasil Hutan Non Kayu atas segala bimbingannya selama ini.  Tak lupa pula terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berdedikasi menyumbangkan tenaga maupun pikirannya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun penyusunan kata-katanya.  Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penyusunan laporan kedepannya.
Akhirnya, semoga Laporan Praktikum Hasil Hutan Non Kayu ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

                                                                                                    Palu,   Desember 2013

                                                                                                               Penyusun
RAHMAD DIANSYAH


DAFTAR  ISI
HALAMAN  JUDUL    ..................................................................................         i
KATA PENGANTAR  .................................................................................        ii
DAFTAR  ISI  ...............................................................................................       iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................     iv
DAFTAR LAMPIRAN    …………………………………………………..        v
I.                   PENDAHULUAN
1.1    Latar  Belakang   ...........................................................................        1
1.2    Tujuan  dan  Kegunaan    ...............................................................        3
II.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Lebah Madu    …………………………………………………....        4
2.2    Tanaman Anggrek       ……………………………………………        7
2.3    Tumbuhan Obat ………………………………………………….      13
2.4    Peranan Hasil Hutan Non Kayu ........................................... ..........     14
III.             METODE PRAKTEK
3.1    Waktu dan Tempat   ......................................................................      18
3.2    Alat dan Bahan   ............................................................................      18
3.3    Cara kerja   .....................................................................................      18
IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil    ............................................................................................      19
4.2    Pembahasan         ...........................................................................      25
V.                PENUTUP
5.1    Kesimpulan           ..........................................................................      30
5.2    Saran          .....................................................................................      30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN












DAFTAR GAMBAR

No.                                                     Teks                                                   Halaman
1.         Gambar 1. Lebah Madu (Apis cerana Ferb.) ...........................             19
2.         Gambar 2. Anggrek Bebek .....................................................              19
3.         Gambar 3. Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) ..............              20
4.         Gambar 4. Anggrek Ekor Kucing (Rhinchostylis retusa) ......               20
5.         Gambar 5. Anggrek Kalajengking (Arachnis flos-aeris) .......               20
6.         Gambar 6. Anggrek Macan (Gramatophyllum sp.) ...............               21
7.         Gambar 7. Anggrek Mutiara .................................................               21
8.         Gambar 8. Anggrek Telinga Kambing ..................................               21
9.         Gambar 9. Anggrek Telinga Kucing .....................................               22
10.     Gambar 10. Anggrek Kuda Merah ........................................               22
11.     Gambar 11. Mantalalu (Obat Masuk Angin) ........................                22
12.     Gambar 12. Baru Datang (Obat Pencahar) ...........................               23
13.     Gambar 13. Alang-alang .......................................................               23
14.     Gambar 14. Daun Mayana (Obat Batuk) ..............................               23
15.     Gambar 15. Patikan Kerbau (Obat Patah Tulang) ................                24
16.     Gambar 16. Binahong (Obat Luka) ......................................                24



DAFTAR LAMPIRAN
No.                                                     Teks                                                   Halaman

1.        Dokumentasi Praktikum ...............................................................             
I.      PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Hasil hutan non-kayu adalah bahan-bahan atau komoditas yang didapatkan dari hutan tanpa harus menebang pohon. Mencakup hewan buruan, rambut hewan, kacang-kacangan, biji, buah beri, jamur, minyak, daun, rempah-rempah, rempah daun, gambut, ranting untuk kayu bakar, pakan hewan ternak, dan madu. Selain itu, tumbuhan paku, kayu manis, lumut, karet, resin, getah, dan ginseng juga masuk ke dalam kategori hasil hutan non-kayu (Kasmudjo, 2011)
Hasil hutan non-kayu dihargai tinggi oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan seringkali merupakan sumber mata pencaharian mereka. Hasil hutan non-kayu juga banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil hutan non-kayu dipandang sebagai cara alternatif dalam menggerakkan perekonomian kehutanan selain dengan melakukan penebangan kayu. Hasil hutan non-kayu juga mampu menghasilkan diversitas perekonomian suatu wilayah (Laporan HHNK, 2013).
Hasil hutan non-kayu dimanfaatkan oleh manusia di seluruh dunia, tidak dibatasi oleh suku, tingkat usia, dan tingkat kemapanan. Penggunaan hasil hutan non-kayu oleh penduduk setempat dapat bernilai ekonomi, historis, prestis, dan religius. Hasil hutan non-kayu merupakan bahan baku industri, mulai dari industri tanaman hias, industri farmasi, industri pangan, dan sebagainya.
Hasil hutan non-kayu mencakup semua keanekaragaman biologi selain kayu yang digali dari hutan untuk keperluan manusia. Hasil-hasil hutan ini termasuk makanan, obat-obatan, bumbu-bumbu, damar, karet, tanaman hias, hewan dan produk-produk yang dihasilkan oleh hewan (misalnya sarang burung walet, madu, dan lainnya), rotan, bambu dan serat-serat (mis: pandan yang dapat dianyam menjadi tikar).  Food and Agricultural Organization (FAO) mendefinisikan HHNK sebagai produk selain kayu yang berasal dari bahan biologis, diperoleh dari hutan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar hutan.  Semua HHNK mempunyai karakteristik yang sama yaitu digali oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan menggunakan teknologi yang sederhana (Laporan HHNK, 2013).
Secara ekologis HHNK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil hutan kayu, karena sebagian besar HHNK merupakan bagian dari pohon. Menurut UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHNK adalah hasil hutan hayati maupun non hayati. Hasil hutan non kayu (HHNK) merupakan salah satu hasil hutan selain kayu dan jasa lingkungan. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 tahun 2007, HHNK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Beragam manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diperoleh dari keberadaan HHNK ini. Sementara ini ada 558 komoditas HHNK yang menjadi urusan Departemen Kehutanan (Laporan HHNK, 2013).
Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam komponen strategi penghidupan penduduk hutan. Saat ini, upaya untuk mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan berhasil meningkatkan perhatian terhadap pemasaran dan pemungutan hasil hutan non kayu sebagai suatu perangkat dalam mengembangkan konsep kelestarian. Meskipun demikian, tidak ada jaminan akan menghasilkan keluaran yang positif (Artikel, 2012).
Sebagaimana kita ketahui masalah pengembangan komoditas hasil hutan non kayu bukan semata terletak pada pemilihan komoditi unggulan, kendatipun upaya tersebut merupakan fokus tindakan untuk memajukan. Sisi lain dari pengembangan yang juga dibutuhkan adalah, upaya fokus untuk memberikan dukungan data dan informasi tentang aspek potensi dan pemanfaatn, pemungutan, pengolahan dan kualitas produk. Hasil hutan non kayu adalah amanah yang dititipkan untuk disyukuri dengan cara memanfaatkan dan mengolahnya secara bijaksana sebagai sarana mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Kasmudjo, 2011).

1.2         Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari Praktikum Hasil Hutan Non Kayu adalah mahasiswa dapat mencari data dan informasi mengenai hasil hutan non kayu di Desa Bobo.
Adapun kegunaan dari Praktikum Hasil Hutan Non Kayu adalah agar mahasiswa dapat mengetahui manfaat yang diberikan oleh jenis-jenis hasil hutan non kayu dan dapat menjadi literatur dalam pembelajaran mata kuliah Hasil Hutan Non Kayu (HHNK).





II.         TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Lebah Madu
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan                        : Animalia
Filum                 : Arthropoda
Kelas                  : Insecta
Ordo                  : Hymenoptera
Famili                 : Apidae
Bangsa               : Apini
Genus                : Apis Linnaeus
          Lebah madu mencakup sekitar tujuh spesies lebah dalam genus Apis, dari sekitar 20.000 spesies yang ada. Saat ini dikenal sekitar 44 subspesies. Mereka memproduksi dan menyimpan madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Selain itu mereka juga membuat sarang dari malam, yang dihasilkan oleh para lebah pekerja di koloni lebah madu. Lebah madu yang ada di alam Indonesia adalah A. andreniformis, A. cerana dan A. dorsata, serta khusus di Kalimantan terdapat A. koschevnikovi (Wikipedia, 2013).
Pembudidayaan lebah madu yang kini populer berasal dari kawasan Laut Tengah (Afrika Utara, Eropa selatan dan Asia Kecil) yang selanjut menyebar ke seluruh wilayah dunia. Bangsa Mesir Kuno membuat corong dari tanah liat sebagai sarang lebah, kemudian dari keranjang anyaman. Di Afrika lebah madu dipelihara dalam bongkahan kayu berbentuk silinder dan sarang tersebut digantung di pohon. Bangsa Rusia sebagai pengembang lebah madu secara modern, malahan disebut sebagai daerah lahan madu. Rusia mulai mengembangkan peternakan madu sejak abad ke 10 hingga kini secara besar-besaran. Mereka yang menemukan sarang lebah madu yang bisa dipindah-pindahkan, teknik tersebut diperkenalkan oleh Peter Prokovich (1775-1850) (Wikipedia, 2013).
Lebah madu adalah serangga sosial kaya manfaat, semua yang dihasilkan oleh lebah madu dikenal berkhasiat untuk kesehatan. Dalam klasifikasi dunia binatang, lebah dimasukkan dalam ordo Hymenoptera yang artinya “sayap bening”. Dalam ordo ini terdapat 100.000 species serangga, termasuk lebah, tawon, semut dan rayap.
Di dunia ada 7 species lebah madu yang sudah diketahui, yaitu : Apis dorsata, Apis Laboriosa, Apis Mellifera, Apis Florea, Apis Andreniformis, Apis Cerana dan Apis Koschevnikovi. Akhir-akhir ini ditemukan lagi species lebah madu baru yaitu Apis Nigrocincta di Sulawesi dan Apis Nuluensis di Kalimantan. Dengan ditemukannya dua species baru, jenis lebah yang telah dilaporkan ada sembilan.
Apis Dorsata (lebah raksasa, lebah hutan, tawon gung, odeng, madu sialang) adalah lebah madu yang hidupnya masih liar. Lebah madu ini masih sulit dibudidayakan karena selain sifatnya yang agresif dan galak, lokasi tempat sarangnya sering berada di tempat yang sangat tinggi. Sarangnya bisa ditemukan tergantung di cabang pohon, loteng, atau bukit batu yang terjal. Satu koloni menghuni sebuah sisiran yang ukurannya bisa sangat besar. Pada satu pohon bisa terdapat 5 – 10 koloni. Produk utama Apis Dorsata adalah madu dan malam dengan produksi madu mencapai 10 -20 kg per koloni per panen. Bahkan, dari sarang yang besar produksinya bisa mencapai 30kg. Madu yang dihasilkan dinamakan madu hutan.
Madu Hutan disebut juga madu Multiflora, karena terbuat dari bermacam-macam bunga tanaman yang berlainan. Umumnya Madu Hutan berwarna coklat kehitaman, hal ini karena Madu Hutan banyak mengandung mineral, enzim dan berbagai zat bermanfaat lainnya yang lebih lengkap bila  dibandingkan dengan jenis Madu lain yang warnanya lebih terang (Ngakan dkk, 2005).
Lebah madu selalu hidup berkoloni, rata-rata setiap koloni berkisar 60-70 ribu lebah dalam satu sarang. Walaupun populasi yang demikian padat, lebah mampu melakukan pekerjaannya secara terencana dan teratur rapi.
Didalam sarang lebah, terdapat:
·         Ratu lebah (Queen Bee)
·         Lebah jantan (Drones)
·         Lebah Pekerja :
o    Lebah perawat (Nurse Bees)
o    Lebah pencari (Scout Bees)
o    Lebah pengumpul (Collector Bees)





2.2         Tanaman Anggrek
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan                        : Plantae
Divisi                 : Magnoliophyta
Kelas                  : Liliopsida
Ordo                  : Asparagales
Famili                 : Orchidoideae          
Genus                : Orchidaceae Juss.
Anggrek memiliki nama latin Orchidaceae, yaitu merupakan satu suku tumbuhan berbunga yang memiki anggota atau jenis terbanyak. Jenis-jenisnya tersebar luas dari mulai wilayah tropika basah sampai lokasi sirkumpolar, walau beberapa besar anggotanya ditemukan di wilayah tropika. Umumnya anggota suku ini hidup sebagai epifit, terlebih yang datang dari wilayah tropika. Anggrek di wilayah beriklim sedang umumnya hidup di tanah serta membentuk umbi sebagai langkah beradaptasi pada musim dingin. Organ-organnya yang condong tidak tipis serta berdaging (sukulen) membuatnya tahan hadapi tekanan ketersediaan air. Anggrek epifit bisa hidup dari embun serta udara lembap. Orchidaceae merupakan sumber inspirasi dari penamaan kereta api argo anggrek, kereta api kelas eksekutif yang melayani perjalanan surabaya pasar turi-gambir (Satwa, 2013).
Seperti halnya bunga-bunga lainya, Anggrek juga memiliki ciri khas tersendiri hingga menjadikanya beda serta mudah dikenali. Bagian suku ini cenderung mempunyai organ-organ yang sukulen atau berdaging : tidak tipis dengan kandungan air yang tinggi. Karena ia bisa hidup pada situasi ketersediaan air yang rendah. Air didapatkan dari hujan, tetesan, embun, atau uap air di udara. Tetapi demikianlah, anggrek tidak ditemukan di tempat gurun dikarenakan perakarannya tidak intensif. Anggrek suka sinar matahari namun tidak segera hingga ia biasa ditemukan di alam sebagai tumbuhan lantai rimba atau dibawah naungan. Sebagai tanaman hias, anggrek tahan didalam area (Satwa, 2013).
Memiliki akar serabut, tidak dalam. Beberapa jenis epifit yakni mengembangkan akar sukulen serta menempel pada batang pohon tempatnya tumbuh, tetapi tidak merugikan pohon inang. Ada juga yang tumbuh geofitis, dengan arti lain terrestria berarti tumbuh di tanah dengan akar-akar didalam tanah. Ada juga yang berbentuk saprofit, tumbuh pada media daun-daun kering serta kayu-kayu lapuk yang sudah membusuk jadi humus. Pada permukaan akar kerapkali ditemukan jamur akar (mikoriza) yang bersimbiosis dengan anggrek (Satwa, 2013).
Batang anggrek beruas-ruas. Anggrek yang hidup di tanah (anggrek tanah) batangnya pendek serta condong mirip umbi. Sesaat itu, anggrek epifit batangnya tumbuh baik, kerapkali menebal serta terlindungi susunan lilin untuk menghindar penguapan terlalu berlebih. Perkembangan batang bisa berbentuk memanjang (monopodial) atau melebar (simpodial), bergantung genusnya (Satwa, 2013).
Daun anggrek umumnya oval memanjang dengan tulang daun memanjang juga, khas daun monokotil. Daun bisa juga menebal serta berperan sebagai penyimpan air. Bunga anggrek bentunya khas serta menjadikanya ciri yang membedakannya dari bagian suku lain. Bunga-bunga anggrek tersusun majemuk, nampak dari tangkai bunga yang memanjang, nampak dari ketiak daun. Bunganya simetri bilateral. Helaian kelopak bunga (sepal) umumnya berwarna serupa dengan mahkota bunga (hingga dimaksud tepal). Satu helai mahkota bunga termodifikasi membentuk sejenis lidah yang membuat perlindungan satu susunan aksesori yang membawa benang sari serta putik. Benang sari mempunyai tangkai amat pendek dengan dua kepala sari berupa cakram kecil (dimaksud pollinia) serta terlindung oleh susunan kecil yang perlu di buka oleh serangga penyerbuk (atau manusia untuk vanili) serta membawa serbuk sari ke mulut putik. Tanpa pertolongan organisme penyerbuk, tak lagi berlangsung penyerbukan (Satwa, 2013).
Buah anggrek berupa kapsul yang berwarna hijau serta bila masak jadi kering serta terbuka dari samping. Bijinya amat kecil serta mudah, hingga gampang terbawa angin. Biji anggrek tidak mempunyai jaringan penyimpan cadangan makanan ; apalagi embrionya belum meraih kematangan prima. Perkecambahan baru berlangsung bila biji jatuh pada medium yang cocok serta meneruskan perubahannya sampai kemasakan (Satwa, 2013).
·         Anggrek Berdasarkan Tipe Pertumbuhan
a.       Monopodial
Anggrek Monopodial ini cuma mempunyai satu batang serta satu titik tumbuh saja. Bunganya mulai tumbuh dari ujung batang. Anggrek ini bisa diperbanyak dengan stek batang serta biji. Perumpamaan : Vanda Sp., serta Phalaenopsis Sp. atau anggrek bulan.
b.      Simpodial
Anggek Simpodial ini mempunyai kian lebih satu titik tumbuh. Tunas baru nampak dari lebih kurang batang utama. Bunga dapat nampak di pucuk atau segi batang, namun ada juga yang nampak dari akar tinggal. Batangnya mampu menyimpan air cadangan makanan atau umbi semu. Anggrek ini bisa diperbanyak dengan langkah split, pembelahan keiki, biji. Perumpamaan : Dendrobium Sp. dan juga Cattleya Sp.
·         Anggrek Berdasarkan Tempat Tumbuh
a.       Anggrek Epifit
Anggrek epifit merupakan anggrek yang tumbuh menumpang pada pohon lain, akan tetapi tanpa merugikan tanaman inangnya serta memerlukan naungan dari sinar matahari. Akar anggrek menyerap makanan yang berasal dari air hujan, kabut serta udara yang ada di sekitarnya. Misalnya : Cattleya Sp., Dendrobium Sp., Vanda Sp. dan juga Phalaenopsis Sp.
b.      Anggrek Terestial
Anggrek terestial merupakan anggrek yang tumbuh di tanah serta memerlukan sinar matahari segera. Akarnya mengambil makanan dari tanah. Perumpamaan : Phaius Sp.
c.       Anggrek Saprofit.
Anggrek saprofit merupakan anggrek yang tumbuh pada media yang memiliki kandungan humus atau daun-daun kering, dan menbutuhkan sedikit sinar matahari. Type ini tidak mempunyai daun serta klorofil. Perumpamaan : Goodyera Sp.
d.      Anggrek Litofit.
Anggrek litofit merupakan anggrek yang tumbuh pada batu-batuan atau tanah berbatu, serta tahan pada sinar matahari penuh. Anggek litofit ini mengambil makanan dari hujan, udara, humus. Perumpamaan : Paphiopedilum Sp (Satwa, 2013).
Pada pertengahan zaman, anggrek memiliki peran mutlak didalam pengembangan teknik penyembuhan memakai tumbuh-tumbuhan. Pemakaiannya lalu meluas hingga jadi bahan ramu-ramuan serta apalagi pernah diakui sebagai bahan baku utama pembuatan ramuan ramuan cinta pada saat spesifik. Saat anggrek nampak didalam mimpi seseorang, perihal ini diakui sebagai lambang representasi dari keperluan yang mendalam dapat kelembuatan, romantisme, serta kesetiaan didalam satu jalinan. Selanjutnya, pada permulaan abad ke-18, aktivitas mengkoleksi anggrek mulai jadi aktivitas yang banyak dikerjakan di semua penjuru dunia, terlebih dikarenakan keindahan tanaman ini (Satwa, 2013).
Vanili (vanilla planifolia) juga adalah bagian suku anggrek-anggrekan. Tumbuhan ini digunakan buahnya. Untuk membuahkan buah, vanili mesti dikawinkan oleh manusia, dikarenakan serangga penyerbuknya tidak dapat hidup di luar tempat asalnya, walau saat ini usaha-usaha ke arah pemakaian serangga mulai dikerjakan.

·         Jenis-jenis Anggrek Hias

Penyebutan type anggrek hias biasa dijelaskan dengan nama genusnya saja dikarenakan sangat banyak hibrida antar spesies serta antargenus yang sudah dibuat. Mengakibatkan, penamaan anggrek mempunyai sejenis aturan spesial yang agak menyimpang dari aturan penamaan botani biasa. Tersebut disini nama-nama genus anggrek hias yang banyak di kenal di kalangan masyarakat :
  • Cattleya, Bunganya Besar Serta Spektakuler, Tetapi Sukar Dipelihara
  • Dendrobium, Tanaman Hias Sangat Popular Dari Pada Beberapa Jenis Anggrek
  • Grammatophylum, Anggotanya Terhitung Grammatophyllum Scriptum Yang Dikenal Juga Dengan Nama Lokal Anggrek Papua Raksasa
  • Oncidium, Terhitung Didalamnya Anggrek Golden Shower
  • Phalaenopsis, Kepopulerannya Mendekati Dendrobium. Anggrek Bln. Yaitu Di Antara Jenisnya
  • Spathyphyllum, Anggrek Tanah
  • Vanda, Umumnya Sebagai Bunga Potong
Secara alami anggrek (Famili Orchidaceae) hidup epifit pada pohon dan ranting-ranting tanaman lain, namun dalam pertumbuhannya anggrek dapat ditumbuhkan dalam pot yang diisi media tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, seperti faktor lingkungan, antara lain sinar matahari, kelembaban dan temperatur serta pemeliharaan seperti : pemupukan, penyiraman serta pengendalian OPT.
Pada umumnya anggrek-anggrek yang dibudidayakan memerlukan temperatur 28 + 2° C dengan temperatur minimum 15° C. Anggrek tanah pada umumnya lebih tahan panas dari pada anggrek pot. Tetapi temperatur yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Kelembaban nisbi (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60–85%. Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari penguapan yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan busuk akar pada tunas-tunas muda. Oleh karena itu diusahakan agar media dalam pot jangan terlampau basah. Sedangkan kelembaban yang sangat rendah pada siang hari dapat diatasi dengan cara pemberian semprotan kabut (mist) di sekitar tempat pertanaman dengan bantuan sprayer.

2.3         Tumbuhan Obat
Hutan Indonesia kaya dengan keanekaragaman hayati, dan menjadi habitat bagi 30,000 dari total sekitar 40,000 jenis tumbuhan obat yang telah dikenal di dunia. Jumlah tersebut mewakili 90% dari tumbuhan obat yang terdapat di wilayah Asia. Lebih dari 1000 jenis diantaranya telah digunakan sebagai tumbuhan obat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berpotensi memberikan manfaat ekonomi, sosial budaya dan lingkungan bagi masyarakat (Siaran Pers Kementerian Kehutanan, 2010).
Tanaman obat yang beraneka ragam jenis, habitus, dan khasiatnya mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi bagi pembangunan dan pengembangan hutan. Karakteristik berbagai tanaman obat yang menghasilkan produk berguna bagi masyarakat memberi peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama dalam hutan di daerah tertentu. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan berperannya tanaman obat dalam hutan adalah: pendapatan, kesejahteraan, konservasi berbagai sumberdaya, pendidikan nonformal, keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta keamanan sosial. Usaha penyebarluasan penggunaan tanaman obat, merupakan hal yang perlu dilakukan (Hamzari, 2008).
Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan sebelum penyebarluasan pemanfaatan tanaman obat adalah pengenalan tanaman obat. Oleh karena itu, perlu adanya identifikasi tanaman obat-obatan secara khusus yang digunakan masyarakat sekitar hutan di Desa Bobo, selain untuk mendekatkan masyarakat sekitar Hutan kepada pemanfaatan tanaman obat, sekaligus berfungsi juga sebagai sarana untuk mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya alam (Hamzari, 2008).
Salah satu pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan masyarakat adalah tanaman obat-obatan yang berkaitan langsung dengan masyarakat yang ada di sekitar hutan. Sebagian dari jenis tanaman obat yang terdapat di Desa Bobo ada yang sudah dikenal dan ada pula yang belum dikenal dalam ilmu pengetahuan yang dapat berfungsi sebagai bahan obat-obatan tetapi telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat secara terbatas sebagai obat tradisional. Berdasarkan hal ini, akan sangat menarik untuk meneliti jenis-jenis tanaman yang merupakan sumber atau bahan baku obat-obatan tradisional yang mungkin belum dikenal dalam ilmu pengetahuan modern (Hamzari, 2008).

2.4         Peranan Hasil Hutan Non-Kayu
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu (timber), masyarakat hutan (masyarakat yang tinggal di sekitar hutan) umumnya bebas memungut dan memanfaatkan HHNK dari dalam hutan. Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHNK baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam (Departemen Kehutanan 1990).
Secara umum peranan HHNK dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Peranan HHNK terhadap aspek ekologis
Dalam ekosistem hutan, HHNK merupakan bagian dari ekosistem hutan. Beberapa hasil HHNK diperoleh dari hasil pohon, misalnya getah-getahan, tanin resin dan minyak atsiri. Sedangkan selebihnya dari palm, hasil satwa ataupun anggrek. Untuk pohon seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), dalam ekosistem memiliki peranan sebagai pohon dominan dengan ketinggian mencapai 30 – 40 m. Palm berupa sagu, nipah, dll merupakan bagian dari ekosistem yang berfungsi menjaga abrasi oleh sungai atau laut.
2.    Peranan HHNK terhadap ekonomi rumah tangga
HHNK dapat menjaga adanya kestabilan pendapatan dan resiliensi (kekenyalan) terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem hutan rakyat. Resiliensi adalah suatu tingkat kelenturan dari sumber pendapatan terhadap adanya perubahan pasar. Contohnya adanya perubahan nilai tukar mata uang. Pada saat terjadi krisis moneter, HHNK memiliki peran yang besar terhadap pendapatan rumah tangga dan devisa negara, karena HHNK tidak menggunakan komponen import dalam memproduksi hasil.
3.    Peranan HHNK terhadap pembangunan wilayah
Dengan pengaturan terhadap HHNK baik dari proses produksi, pengolahan dan pemasaran, semua dapat dilakukan oleh masyarakat, sehingga income (pendapatan) dari kegiatan tersebut masuk dalam wilayah produsen. HHNK seperti getah damar, telah dapat menjadi sektor basis. Dengan adanya kegiatan produksi dan pengolahan maka terjadi penyerapan tenaga kerja yang besar (Artikel, 2012).
Sebagai negara tropis, Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan hutan alam hayati yang tinggi, tercermin dengan keanekaragaman jenis satwa dan flora.  Jika kita mampu mengolah dan memanfaatkan sumber daya hutan tersebut secara lestari maka sumber daya dapat meningkatkan kesejahteraan masyrarakat (Laporan HHNK, 2013).
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, manusia mulai mengenal kayu sebagai bahan bangunan.  Penggunaan hasil hutan kayu tetap tidak lepas dari kehidupan manusia.  Walaupun komponen strukturalnya adalah kayu namun masih tetap mengandalkan bamboo sebagai pagar, tiang, jendela, dan atap.  Rotan sebagai bahan furniture dan pengikat kayu dan ijuk  sebagai bahan atap rumah.  Di beberapa daerah di Indonesia penggunaan hasil hutan non kayu sebagai komponen structural masih tetap di minati (Laporan HHNK, 2013).
Bagi masyarakat pedesaan hasil hutan non kayu merupakan sumber ddaya yang penting bahkan merupakan kebutuhan pokok mereka.  Mereka memanfaatkan hasil hutan non kayu sebagai pangan (pati sagu, umbi-umbian, pati aren, nira aren), bumbu makanan (kayu manis, pala) dan obat-obatan.  Selain itu, mereka juga menggunakan hasil hutan non kayu sebagai bahan pembuat pakaian seperti sarung sutera sebagai bahan pembuat bangunan rumah (Laporan HHNK, 2013).
Sampai saat ini, peranan hasil hutan non kayu sangat penting, bahkan pemanfaatannya telah mulai ditingkatkan seperti pemanfaatan bamboo sebagai bahan pembuat kertas dan papan komposit, nira aren sebagai penghasil gula, cuka dan bioethanol, rotan sebagai furniture yang menarik, bahan ekstraktif sebagai parfume, dll.  Oleh karena itu, semakin tinggi peradaban manusia semakin tinggi pula tingkat ketergantungan pada hasil hutan non kayu (Sudarmalik, 2006). 









III.      METODE PRAKTEK
3.1     Waktu dan Tempat
          Praktikum Hasil Hutan Non Kayu ini dilaksanakan pada hari Rabu, 04 Desember 2013, mulai pukul 10.00 WITA s.d selesai. Praktikum Hasil Hutan Non Kayu ini dilaksanakan di Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, Palu.
3.2         Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada Praktikum Hasil Hutan Non Kayu adalah alat tulis menulis dan kamera.
3.3         Cara Kerja
Adapun cara kerja dalam Praktikum Hasil Hutan Non Kayu adalah melakukan pengamatan terhadap lebah madu, tanaman anggrek dan tanaman obat yang terdapat di Desa Bobo.
Metode yang kami gunakan adalah metode wawancara kepada narasumber yang telah dipercayakan untuk memberikan keterangan seputar lebah madu, tanaman anggrek dan tanaman obat.
Setelah itu, mencatat hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan terhadap narasumber yang disajikan.



IV.     HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1         Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka diperoleh hasil sebagai berikut :
a.       Pengamatan Lebah Madu (Apis cerana Ferb.)

Gambar 1. Lebah Madu (Apis cerana Ferb.)
b.      Pengamatan Tanaman Anggrek (Orchidaceae Juss.)

Gambar 2. Anggrek Bebek

Gambar 3. Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis)


Gambar 4. Anggrek Ekor Kucing (Rhinchostylis retusa)


Gambar 5. Anggrek Kalajengking (Arachnis flos-aeris)
Description: D:\Laporan Praktikum Kuliah\Laporan Lengkap Praktikum HHNK\anggrek macan.jpg
Gambar 6. Anggrek Macan (Gramatophyllum sp.)

Description: D:\Laporan Praktikum Kuliah\Laporan Lengkap Praktikum HHNK\anggrek mutiara.jpg
Gambar 7. Anggrek Mutiara

Description: D:\Laporan Praktikum Kuliah\Laporan Lengkap Praktikum HHNK\anggrek telinga kambing.jpg
Gambar 8. Anggrek Telinga Kambing
Description: D:\Laporan Praktikum Kuliah\Laporan Lengkap Praktikum HHNK\anggrek telinga kucing.jpg
Gambar 9. Anggrek Telinga Kucing

Description: D:\Laporan Praktikum Kuliah\Laporan Lengkap Praktikum HHNK\kuda macan.jpg
Gambar 10. Anggrek Kuda Merah

c.       Pengamatan Tumbuhan Obat

Gambar 11. Mantalalu (Obat Masuk Angin)
Description: E:\_PhoToSSs\Foto Praktek\Praktek HHNK\IMG_5409.JPG
Gambar 12. Baru Datang (Obat Pencahar)

Description: E:\_PhoToSSs\Foto Praktek\Praktek HHNK\IMG_5410.JPG
Gambar 13. Alang-alang

Description: E:\_PhoToSSs\Foto Praktek\Praktek HHNK\IMG_5411.JPG
Gambar 14. Daun Mayana (Obat Batuk)
Description: E:\_PhoToSSs\Foto Praktek\Praktek HHNK\IMG_5413.JPG
Gambar 15. Patikan Kerbau (Obat Patah Tulang)

Description: E:\_PhoToSSs\Foto Praktek\Praktek HHNK\IMG_5414.JPG
Gambar 16. Binahong (Obat Luka)







4.2         Pembahasan
4.2.1   Lebah Madu (Apis cerana Ferb.)
          Lebah madu Apis cerana atau seringkali dikenal dengan lebah lokal atau dalam bahasa Inggris dinamakan oriental honeybees. Lebah ini dalam Bahasa Jawa dinamakan tawon madu atau dalam Bahasa Sunda nyiruan. Jenis lebah ini sangat dikenal oleh masyarakat luas karena seringnya ditemukan di bunga-bunga sekitar rumah kita atau tidak jarang bersarang di atap rumah kita.
          Lebah madu Apis cerana biasanya dapat menghasilkan madu lebih kurang 10 Kg per koloni per tahun. Tetapi hal tersebut sangat tergantung pada pakan lebah yang ada, maksudnya jika pakan lebah tidak memadai maka tidak akan menghasilkan madu yang bisa dipanen karena sudah habis dikonsumsi oleh lebah sendiri. Hanya saja jenis lebah ini tidak menghasilkan royal jelly dan propolis yang bisa dimanfaatkan secara komersial. Potensi yang sangat dimungkinkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat adalah larva lebah sebagai makananan (sup/asem-asem larva lebah).
          Polennya bisa diproduksi, terutama pada daerah yang banyak sumber polennya seperti yang tanaman kelapa, tanaman jagung, dan lain-lain. Madu yang sangat dikenal dari hasil lebah madu Apis cerana di wilayah pulau Jawa adalah dari bunga kaliandra merah (Calliandra callothyrsus). Warna madunya kuning kehijauan. Akan tetapi di beberapa tempat juga bisa kuning kecoklatan. Madu dari tanaman Accacia mangium warnanya coklat gelap seperti juga pada madu kelapa terutama yang ada sadapan niranya (juga pada Aren dan Siwalan). Madu dari lebah Apis cerana sangat khas rasanya, dan apabila anda sudah sekali dua kali merasakannya maka akan jatuh cinta dan tidak mau berpisah. Hanya sayang memang pada saat ini jumlah madunya sangat terbatas.
          Apis indica atau Apis cerana sering dipelihara oleh masyarakat di pedesaan (Morse and Hooper, 1985). Singh (1962) menyatakan bahwa, dalam satu koloni lebah Apis indica terdiri dari 10.000 sampai 15.000 lebah. Secara alami lebah ini hidup di dalam lubang pada batang pohon, gundukan tanah dari koloni rayap, celah-celah batu, dan dari tempat-tempat tertutup lainnya. Dalam satu koloni Apis cerana dapat enghasilkan 3,6 – 4,5 kg madu per koloni per tahun. Menurut Sarwono (2001), terdapat perbedaan antara lebah jantan dengan lebah pekerja. Lebah jantan berpantat tumpul dan tidak bersengat, warna tubuhnya hitam, panjangnya 1,3 cm, tugasnya mengawini lebah ratu. Sedangkan, lebah pekerja berpantat runcing dan bersengat, warna tubuhnya hitam dengan strip kuning, panjangnya 1,1 cm. Tugasnya sebagai perawat,  penghubung di dalam sarang, penjaga sarang, perintis atau pencari tempat yang menghasilkan pakan (bunga), pencari pakan, dan pembuat sarang.
4.2.2   Tanaman Anggrek (Orchidaceae Juss.)
          Terdapat 40 jenis tanaman anggrek yang terkumpul di halaman rumah bapak Rusli (40). Diantaranya adalah jenis anggrek macan, kuda merah, mutiara, kalajengking, anggrek bulan, anggrek telinga kucing, anggrek telinga kambing, anggrek ekor kucing, anggrek bebek, dan lain-lain.
          Media tanam untuk semua jenis anggrek ini hanya menggunakan sabuk kelapa, pakis dan arang dan biasanya juga memakai pupuk yang bernama hertonis. Manfaat hertonis ini adalah untuk perangsang akar bagi tanaman anggrek, selain itu juga, menggunakan pupuk NPK atau air beras. Akan tetapi, beda halnya jika anggrek tersebut telah mengalami pembungaan. Beliau menjelaskan, ketika tanaman-tanaman anggrek tersebut telah berbunga, perlunya disirami dengan menggunakan air vitsin sebagai vitamin. Kadar yang biasa digunakan adalah 20 -30 kg dengan 30 liter air.
          Tanaman anggrek merupakan tipe tanaman yang memiliki kecepatan tumbuh yang relatif lambat. Cepat lambatnya pertumbuhan setiap jenis anggrek adalah berbeda-beda karena sangat tergantung dari  segi pemeliharaan anggrek itu sendiri. Pertumbuhan tanaman anggrek sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam angrek itu sendiri maupun faktor luar. Faktor dari dalam anggrek itu yakni faktor genetik atau jenis anggrek itu, termasuk anggrek alam atau silangan. Jika jenis anggrek alam maka pertumbuhan dan pembungaan akan relatif sangat lama sekali jika tanpa perlakuan khusus, tapi jika jenis anggrek  silangan maka pertumbuhan dan pembungaan relatif lebih cepat.
          Faktor luar yang mempengaruhi yakni intensitas penyinaran cahaya matahari pagi, suhu, kelembaban udara, kebutuhan air, pupuk, serta kecocokan tempat dan media tumbuh, sirkulasi udara, repotting dan serangan hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, teknik budi daya anggrek terutama dalam hal perawatan tanaman perlu diperhatikan sekali agar proses pertumbuhannya dapat dipacu guna meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman anggrek.
          Beberapa hal yang perlu diketahui, anggrek-anggrek tersebut biasanya terserang jamur cendawan yang akan menyebabkan anggrek mati atau merana. Selain itu, ada juga hama kutu daun yang menyebabkan daun anggrek tersebut akan menghitam lalu busuk, sehingga akan menurunkan kualitas nilai keindahan dari anggrek itu sendiri. 
4.2.3   Tumbuhan Obat
1.      Binahong
Binahong (Latin : Bassela rubra linn, Inggris : Heartleaf maderavine madevine, Cina : Deng san chi) adalah tanaman obat yang tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dan mempunyai banyak khasiat dalam meyembuhkan berbagai macam penyakit ringan maupun  berat.Tanaman ini sudah lama ada di Indonesia tetapi baru akhir-akhir ini saja menjadi alternatif bagi sebagian orang untuk dijadikan obat alami untuk menyembuhkan atau mengurangi beberapa penyakit ringan maupun berat. Berikut adalah beberapa khasiat dari tanaman ini :
  • Mempercepat pemulihan kesehatan setelah operasi, melahirkan, khitan, segala luka-luka dalam, radang usus.
  • Melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah.
  • Mencegah stroke.
  • Mencegah Tumor dan Kanker
  • Mencegah Rheumatik, flu tulang dan sakit Persendian.
  • Menambah dan mengembalikan vitalitas daya tahan tubuh.
  • Wasir (ambeien)
  • Melancarkan buang air kecil, buang air besar.


2.      Akar Lawang
Minyak dari akar lawang sangat bermanfaat bagi penyakit gatal-gatal dan masuk angin.
3.    Kayu manurung
Kayu manurung sangat berkhasiat untuk membunuh kuman yang terdapat dikulit seperti panu atau kudis.
4.    Baru datang
Tumbuhan ini berkhasiat sebagai pencahar, bagi yang kesulitan untu buang air besar, tumbuhan obat baru datang adalah alternatif yang tepat untuk mengatasinya. Kemudian ada
5.    Mantalalu
Khasiat dari tumbuhan obat ini sama seperti akar lawang yaitu untuk mengobati masuk angin.








V.               KESIMPULAN DAN SARAN
5.1         Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum mengenai Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) yang telah dilaksanakan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.      Beberapa hasil hutan non kayu yang terdapat di Desa Bobo adalah lebah madu, tanaman anggrek, tumbuhan obat.
2.      Masyarakat sekitar hutan, khususnya di Desa Bobo memanfaatkan hasil hutan non-kayu tersebut dalam nilai ekonomi.
3.      Dalam menghasilkan madu, para peternak lebah madu cukup membutuhkan waktu 1 minggu untuk mendapatkan 2 botol madu.
4.      Pemanfaatan hasil hutan non-kayu di Desa Bobo memberikan kualitas dan penggunaan yang sangat baik.

5.2         Saran
Agar praktikan lebih memahami tentang hasil-hasil hutan non kayu yang seperti telah dipraktikkan, sebaiknya waktu yang digunakan untuk melakukan praktikum lebih diperpanjang, dan tidak dilakukan secara serentak. Karena hal ini, membuat praktikum merasa bingung dan tidak efektif dalam melakukan wawancara terhadap narasumber. Sehingga hasil dan data yang diperoleh kurang lengkap dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Asib, Catur. 2006. Jurnal: Inventarisasi Tanaman Pakan Lebah Madu Apiscerana Ferb Di Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
Diakses pada tanggal 04 Desember 2013
Hamzari. 2007. Jurnal: Identifikasi Tanaman Obat-obatan Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Tabo-tabo. Universitas Tadulako. Palu.
Kasmudjo. 2011. Hasil Hutan Non Kayu Suatu Pengantar. Cakrawala Media. Yogyakarta.
Isra Ibrahim, Fitriyani, dkk. 2013. Laporan Praktikum Hasil Hutan Non Kayu. Fakultas Kehutanan. Universitas Tadulako. Palu
Pengamanan Hutan. 2012. Mengenal Jenis dan Peran Hasil Hutan. Laman Web :  http://pengamananhutan.blogspot.com/2012/05/mengenal-jenis-dan-peran-hasil-hutan.html
Diaskes pada tanggal 04 Desember 2013
Raja Lebah. 2009. Lebah Madu Apis cerana. Laman Web : http://rajalebahmadu.blogspot.com/2009/01/lebah-madu-apis-cerana.html
Diaskes pada tanggal 04 Desember 2013
Diakses pada tanggal 04 Desember 2013
Wikipedia. 2013. Hasil Hutan Non-Kayu. Laman Web : http://id.wikipedia.org/wiki/Hasil_hutan_non-kayu
Diakses pada tanggal 04 Desember 2013
Wikipedia. 2013. Lebah Madu. Laman Web : http://id.wikipedia.org/wiki/Lebah_madu
Diaskes pada tanggal 04 Desember 2013

1 komentar:

  1. Casinos Near Harrah's Cherokee Casino and Resort - Mapy
    Find Casinos Near Harrah's 사천 출장안마 Cherokee Casino and Resort locations, rates, amenities: 제주 출장샵 expert Cherokee research, only at 안성 출장안마 Hotel 정읍 출장마사지 and 전주 출장마사지 Travel Index.

    BalasHapus